Kamis, 08 Desember 2011

BUDI SUDARYANTO SE MT, DARI AKTIFIS KAMPUS, MENJADI PENJAGA MORAL ANAK NEGERI




BUDI SUDARYANTO, SE MT

DARI AKTIFIS KAMPUS
MENJADI PENJAGA MORAL ANAK NEGERI


            Budi Sudaryanto SE MT, ketua KPID Jawa Tengah, siapa orang di dunia siaran yang tidak kenal beliau. Mantan aktifis mahasiswa di jaman ramai-ramainya NKK BKK di era orde baru ini, dikenal tegas dalam menjaga semua siaran sehat dan bermartabat. Selalu berada di garis paling depan dalam melaksanakan aksi demo pada  tahun 84 – 85 lalu, karena posisinya sebagai ketua Senat Mahasiswa Ekonomi Undip, sosok yang juga akrab dipanggil pak Wes ini, sudah merasakan kenyang berhadapan dengan aparat dengan berbagai perilakunya.
            Sekarang, mantan aktifis itu tidak lagi harus berdiri paling depan dalam memperjuangkan hajat hidup orang banyak. Dia sekarang, bersama jajarannya di KPID Jawa Tengah, terus berjuang dan berjuang menjaga moralitas dan budi pekerti luhur anak negeri dari gempuran budaya barat yang tidak baik yang diancamkan lewat lembaga penyiaran. Ya, dia memimpin lembaga yang mengawasi isi dan materi acara yang ditayangkan setiap hari lewat radio dan televisi.            
            Mau tahu serunya pak Wes menceritakan pengalamannya menjaga moralitas anak negeri selama dia bertugas di KPID ? Simak wawancara rekan kalian .............. berikut ini. Oke ?

                                                            ****

KPID itu apa sih bapak ? Terus tugas, dan visi misinya apa ? Apa kita juga bisa melaporkan acara-acara tv dan iklan radio yang kurang pas menurut kami ?
            KPID itu singkatan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Tengah. KPI sendiri merupakan representasi atau mewakili publik dalam bidang penyiaran. Dulu penyiaran anggapan publik adalah karena menggunakan spektrum frekuensi bisa dikirim dari studio ke penerima menggunakan gelombang elektro magnetik yang disebut spektrum elektromagnetik. Karena spektrum barang yang langka maka seperti pasal 33 UUD 45 itu adalah kekayaan negara yang dimiliki pemerintah. Karena dimiliki pemerintah maka akan digunakan untuk memakmurkan bangsa dan negera. Kalau ada publik yang menggunakan frekuensi itu maka digunakan peraturan atau undang undang 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Disitu diatur tentang penggunaan frekuensi, proses perijinannya dan pengawasan isi dan manajemen pengaturan industri dan seterusnya.
            Publik hanya menerima limpahan frekuensi itu, contohnya jaman dulu frekuensi untuk radio yang mengatur pemerintah, yang meminta ijin publik kepada pemerintah, maka sekarang publik sekarang diberi peran, yang diwakili oleh KPI. KPI itu ada KPI pusat kalau didaerah KPID. Sekarang di semua propinsi, di 33 propinsi sudah ada KPID, terakhir Bangka Belitung yang baru saja diresmikan pendiriannya.
            Fungsi KPI adalah mewakili publik dalam bidang penyiaran, lalu membuat P3SPS ) pedoman perilaku penyiaran standar program siaran ). Jadi, undang undangnya membuat DPR, yang melaksanakan pemerintah, maka membuat peraturan P3SPS adalah KPI. Setelah peraturan itu muncul, maka KPI tugasnya harus mengawasi pelaksanaannya. Setelah itu akan melaksanakan manajemen aduan. Kalau ada aduan dari masyarakat, di mana ada lagu yang liriknya melanggar norma, atau ada iklan yang tidak etis, maka KPID Jawa Tengah akan menindaklanjutinya dengan menerbitkan surat peringatan kepada stasiun radio atau televisi. Iklan rokok misalnya, tidak boleh memunculkan batang rokoknya, dan tidak boleh disiarkan di bawah jam 22.00. Semuanya itu diatur di P3SPS, dimana pedoman dan etika beriklan diatur semuanya, dan harus dipatuhi oleh lembaga penyiaran dalam melakukan siarannya. Karena etika, maka aturannya, yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
            Contohnya, arahan tentang penyiaran, contohnya pasal 5, menyunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan UUD 45. Meningkatkan moralitas nilai agama dan jati diri bangsa, memajukan budaya nasinal dan seterusnya, ada 10 butir. Misalnya, Nasima punya radio, kalau hanya untuk nasima sendiri, maka itu disebut lembaga penyiaran komunitas, karena hanya didengar oleh komunitasnya. Tapi karena sekali siaran frekuensinya bisa ditangkap oleh siapa saja, maka ada aturan isi siarannya harus berimbang. Misalnya, di sebelah Nasima ada sekolah lain, maka radio itu tidak boleh menyiarkan, sekolah Nasima nomer saru di Indonesia, tidak ada yang menyamai kualitas sekolah Nasima, dan tidak ada yang lebih bagus dari Nasima. Itu yang tidak boleh. Kalau itu digunakan dalam kelas Nasima, tidak apa-apa. Tapi begitu dia pakai frekuensi, disiarkan, didengar orang lain dan tidak ada batasannya, maka harus dijada keseimbangannya, dan itu tugas KPID.
            Salah satu contoh lagi, pernah to lihat berita, FPI geruduk rumah makan yang buka di siang hari saat bulan puasa. Kalau nanti ada lagu yang melanggar norma liriknya dan dianggap masyarakat tidak cocok, lalu mereka mendatangi studio radionya dan mbalangi, itukan bahaya, maka dia mengadukan lewat KPI. Misalnya, tidak suka dengana lagu Ayu Tingting alamat palsu, wah itu terlalu vulgar dan nyurati ke KPID, maka kita akan mengklarifikasi dengan memanggil radio yang bersangkutan karena ada aduan. Dan aduan tadi ditulis , radionya dipanggil dengan alasan berdasar aduan dari masyarakat itu. Kalau memang ditemukan pelangagaran, radio itu bisa dikenai teguran 1,2 dan 3. Kalau masih tetap ndableg, maka KPID bisa menghentikan acara itu. Karena dianggap memecah belah kesatuan persatuan, menimbulkan efek yang lebih dari sekedar menampilkan, contohnya kalau hanya sekedar ngomong ayo datangi tablik akbar di mugas, itu tidak apa-apa. Tapi kalau mengatakan, datangi tablik akbar di mugas tidak usah pakai helm yang penting sampai, itu yang tidak boleh.
            KPI juga harus menjaga industri penyiaran. Di industri itu kan ada lembaga penyiaran, pendengar dan kedua-duanya harus dijaga. Contohnya, industri penyiaran tidak boleh dikuasi oleh satu badan hukum atau satu orang saja. Di Semarang ada 34 lembaga penyiaran, TV lokal 4, TV nasional atau sekarang biasa disebut TV jaringan 11, radionya ada 20 an. Di Semarang frekuensi untuk radio rapet, geser sedikit saja gelombangnya sudah ada radio lain. Tapi kalau untuk luar kota, seperti di Rembang hanya ada 4, maka disitu tidak boleh ada monopoli. Sehingga pemilik MNC grup misalnya, meski dia bisa saja membeli semua stasiun TV nasional karena punya banyak duit, tapi hal itu tidak diperbolehkan oleh undang-undang. Tidak boleh ada monopoli, khususnya di lembaga penyiaran.
            Kalau adik-adik sudah besar dan berminat pada broadcase, maka adik akan lebih banyak tahu. Yang pasti di pasal 4, penyiaran sebagai komunikasi masa mempunyai fungsi, media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, sebagai kontrol sosial, sebagai perekat sosial juga mempunyai fungsi pemberdayaan ekonomi dan kebudayaan. Fungsi itu harus diterjemahkan oleh lembaga penyiaran radio dan TV harus mempunyai fungsi-fungsi penyiaran itu. Sehingga kalau ada radio TV yang hanya mempunyai format acara hanya hiburan atau berita saja, maka itu tidak boleh. Intinya, format acara harian dan mingguan, tidak boleh hanya melayani satu kelompok audience saja. Selain itu, setiap lembaga penyiaran dalam setiap buka dan tutup acara, harus dengan lagu Indonesia Raya. Itu untuk menjalankan fungsi perekat sosial. Lha tugasnya KPI itu mengawasi format acara di setiap lembaga penyiaran supaya berimbang.
            Pernah dengar acara infotainment Silet ? Saat Merapi meletus ada aduan kalau silet itu membuat warga jogya panik, karena menyiarkan prediksi paranormal kalau Yogya akan tenggelam, Yogya akan terbelah dua, semua warga harus segera mengungsi. Hal itu tidak dibenarkan, karena prediksi paranormal itu tidak didukung data yang valid, sehingga meresahkan warga. KPI kemudian memberikan teguran. Sesuatu yang memunculkan persuasife negatif, seperti segera mengungsi karena Yogya akan terbelah jadi dua, tidak diperbolehkan. Empat Mata juga. Pernah kan KPI menutupnya karena menayangkan sadisme, sehingga sekarang berganti nama menjadi Bukan Empat Mata.

Selain menunggu laporan dari masyarakat, bagaimana KPID memantau semua lembaga penyiaran untuk menemukan kemungkinan adanya acara dan atau iklan yang salah dan kurang benar ?
            Jadi, di KPI dan KPID seluruh Indonesia, akan menerima aduan dan menerbitkan teguran dari hasil pantauan reguler . Kalau di KPID Jawa Tengah di lantai 2, ada ruangan untuk memantau semua stasiun TV nasional dan TV lokal. 24 jam direkam. Ada tim pemantau, yang bertugas mentelengi acara agar tidak melanggar. Jadi setiap ada acara yang melanggar etika, dicarikan pasalnya, kemudian dilaporkan ke komisioner untuk dianalisis, kemudian lembaga penyiaran yang dinilai melanggar itu dipanggil.
            Setelah klarifikasi benar tidaknya, tapi kalau lembaga yang bersangkutan ndableg, terus melakukan pelanggaran, maka KPID sesuai dengan pasal 47 – 48, akan menutup mata acara itu apabila melakukan pelanggaran berturut-turut. Dan lembaga penyiaran tersebut wajib menyiarkan aduan yang diklarifikasi di lembaga yang bersangkutan. Kalau masih tetap melakukan pelanggaran, maka acara itu bisa ditutup.
            Tukul di Empat Mata, dalam setiap acaranya dulu kan pasti ada cipika cipiki ( cium pipi kanan cium pipi kiri ), muncul aduan, diproses KPI, diperingatkan. Tapi kemudian acara itu melanggar lagi dengan menampilkan sadisme di mana ada bintang tamu yang makan ikan dan kodok hidup – hidup. Karena sudah melanggar beberapa kali, maka format acara itu boleh siaran lagi, kalau format acaranya diganti. Maka muncullah  Bukan Empat Mata. Tapi kalau kemudian Bukan Empat Mata melanggar lagi, dan berganti nama lagi, maka saat ijin TV nya bisa dicabut. Ijin lembaga penyiaran TV itu masa berlakunya 10 tahun, sedangkan radio 5 tahun. Nah, saat TV yang terus melanggar itu habis masa ijinnya, saat akan mengajukan perpanjangan, bisa tidak disetujui. Otomatis TV itu tutup karena tidak berijin. Itu  yang bisa maksimal dilakukan KPI, dalam menjaga lembaga penyiaran agar tidak melanggar.
            Ada juga program KPID reguler, yaitu pengawasan lapangan lembaga penyiaran. Misalnya kita ke radio Bahurekso di Kendal. Kita akan memeriksa mulai dari perijinannya hingga isi dan format materi acaranya. Apakah ada iklan yang melanggar aturan, tidak boleh menjatuhkan pesaing, tidak boleh mengklaim dirinya paling nomer wahid. Untuk iklan obat batuk misalnya, harus ada aturan pemakaian dan larangannya, juga harus ada tanggal kedaluarsanya. Itu namanya etika beriklan. Harus jelas dan transparan.
           
Acara dan atau iklan yang salah dan tidak benar itu kriterianya bagaimana ? Sampai sekarang sudah ada berapa banyak lembaga penyiaran yang diberi sangsi ?
            Di atas sudah diterangkan ya. Yang pasti, etika beriklan harus patuhi perusahaan pembuat iklan. Untuk iklan RBT misalnya, harus diterangkan sejelas-jelasnya untuk sebuah SMS harganya berapa, tidak boleh menipu konsumen. Aturannya pada etika pariwara, untuk iklan. Sedangkan P3SPS, akan mengamati terkait fungsi-fungsi penyiaran seperti ada tidak fungsi informasi, pendidikannya, dan perekat sosial ada yang dilanggar tidak.  Misalnya, iklan operator seluler, mereka tidak boleh menampilkan bintang iklannya terus menerus orang jawa, tapi juga harus berganti dengan orang Papua misalnya, atau orang Ambon dan lainnya.
            Untuk lembaga penyiaran yang sudah kita tegur, hingga 2011 ini ada sekitar 300 lembaga ya. Yang mendapat teguran tertulis sekitar 30 – 40 lembaga. Sementara yang sudah diberi sangsi, karena terus ndableg itu, ada 2 lembaga penyiaran. Tapi kebanyakan, begitu muncul aduan dan proses klarifikasi dijalankan KPID, lembaga penyiaran yang bersangkutan segera membenahi format acaranya.  Tapi ada juga yang ndableg, kita kirim surat teguran dan kita panggil bahkan hingga 6 kali, tetap saja tidak mau datang. Begitu kita lapor ke Polda, baru yang bersangkutan datang.  Mereka, lembaga penyiaran itukan punya banyak duit, bisa nyewa pengacara. Jadi, itu mungkin yang membuat mereka tidak segera datang memenuhi panggilan kita untuk melakukan klarifikasi.
           
Bapak sendiri sebagai kepala KPID mempunyai obsesi seperti apa, demi melindungi masyarakat dari gempuran siaran dan atau iklan yang tidak pas itu.
            Visi misi saya jelas, publik harus menerima siaran yang sehat dan bermartabat. Untuk menuju ke arah itu, maka dibutuhkan kerjasama untuk menegakkan aturan pada P3SPS, kemudian mengawai dan membuat manajemen atau tim untuk pelaksanaannya. Di KPID Jawa Tengah, ada pak Mulyo sebagai waka KPID, ada Zaenal Abadin dan waka yang melakukan pengawasan siaran, ada Isdiyanto dan Sosiawan yang mengawasi kelembagaannya, juga perijinan. Semuanya membutuhkan manajemen untuk menggerakkannya agar bisa menjalan tugas dan kewajibannya dengan baik dan benar.
            Untuk menjalankan manajemen di KPID sini, kita difasilitasi Pemprov dengan disediakan sekretariat untuk kantor. Untuk melaksanakan Undang – undang, sekretariat di KPID sini dipimpin Endro Haryanto, yang dibantu 4 kasubag. Yaitu subag umum, subag perijinan, subag kelembagaan dan subag pengawasan isi siaran. Jadi manajemen itu untuk mendukung program KPID dengan visi misi, yang juga menjadi visi misi saya sebagai ketua KPID, adalah membuat penyiaran itu sehat bermartabat. Walaupun perjuangannya berat, karena musuhnya orang yang punya duit semua, karena untuk membuat sebuah stasiun radio peralatannya bisa mencapai satu milyar, sementara stasiun TV bisa mencapai 3 sampai 5 milyar rupiah. Usaha di bisnis penyiaran itu padat modal. Dan karena padat modal itu, terkadang pemiliknya seenaknya, karena sudah menanam modal milyaran rupiah, maka duit saya harus cepat mbalik. Jadinya, mereka beranggapan iklannya sakkarepe dhewe, semua harus masuk, padahal iklan itu harus beretika. Walaupun punya uang tetap harus mematuhi rambu-rambu yang ada .
            Menjadi tugas KPID yang kemudian harus mengawasinya. Karena luasnya wilayah Jawa Tengah, kalau TV mungkin bisa dipantau karena jumlahnya terbatas. Lha kalau radio yang jumlahnya ratusan dan siarannya tidak semua bisa dijangkau di Semarang, bagaimana kita bisa mengawasi. Maka dari itu kita membutuhkan bantuan masyarakat untuk ikut serta mengawasi siaran radio dan TV lokal di berbagai daerah.
            Masyarakat kalau ingin mengadu harus dilengkapi dengan bukti berupa rekaman dari materi siaran atau iklan yang mengganggu itu. Tanpa bukti itu, kita sulit untuk memprosesnya lebih lanjut. Tanpa rekaman itu bisa saja lembaga yang bersangkutan mengelak.

Maaf, kalau boleh tahu, CV bapak dan bagaimana perjalanan karier bapak sebelum menjadi kepala KPID ?
            Saya lulus SI ekonomi manajemen Undip 1983. Lalu jadi dosen dan PNS tahun 1984 hingga sekarang. kemudian ada teman yang mengajak untuk berperan serta dalam komunikasi publik dengan melamar menjadi komisioner KPID. Disiplin ilmu saya memang bukan di broadcast, tapi di ekonomi ada manajemen komunikasi bagaimana memenej ilmu  komunukasi agar sehat. Contohnya radio yang tidak sehat pasti isi siarannya juga tidak sehat.  Kalau menejemen radio tidak sehat, bagaimana dia bisa membayar gaji pegawainya, bagaimana membayar biaya produksi siarannya ? Kalau sudah begitu, isi materi dan iklannya pasti akan sembarangan, pokoknya ada duit masuk . Radionya pasti rusak. Kalau radionya sendiri yang rusah tidak apa-apa, lha kalau orang yang mendengarkan ikut rusak juga, bahaya kan. Maka, diperlukan adanya menejemen.
            Kalau sejak awal pemilik modal yang ingin bikin lembaga penyiaran tidak bisa memenej dananya, pasti pada saat lembaganya berdiri pasti tidak sehat. Kalau tidak sehat, pasti isi dan materi siarannya juga tidak sehat. Bisa saja mereka, setelah ijinnya keluar, menjual ijinnya itu kepada orang lain. Itukan tidak baik. Tahun 2007, saya ikut fit propertest untuk menjadi komisioner, alhamdulillah diterima hingga 2010. setelah habis masa kerja 2010, saya kemudian ikut tes kembali untuk masa periode ke dua, dan alhamdulillah diterima kembali. Ini adalah masa ke dua  dan terakhir saya menjadi komisioner di KPID.

Tentang keluarga, boleh kita tahu istri dan putra-putri bapak ?  Bagaimana bapak mengembangkan pola asuh anak di kelurga bapak, melihat globalisasi merambah di semua sisi kehidupan saat ini ?
            Saya lahir 20 Mei 1958 di Megalang. SD negeri di Kudus, lulus tahun 1970. kemudian masuk SMPN 1 Kudus, lulus tahun 1973. kemudian di SMAN 1 Semarang lulus tahun 1976. Kemudian lulus S1 Manajemen Undip tahun 1083. S2 Manajemen Transportasi ITB Bandung tahun 1999.
            Istri saya bernama Dewi Ratnawati SE. Dulunya bekerja, tapi karena 3 anak saya laki-laki semua, maka istri kemudian memutuskan untuk berhenti bekerja agar bisa konsentrasi mengasuh anak-anak. Anak saya yang pertama bernama Aditya Widi Sudaryanto SE Akt sekarang bekerja di Jakarta. Yang ke dua, Brian Widi Sudaryanto, sekarang semester 7 jurusan akuntansi Undip, sementara yang paling bungsu Candra Widi Sudaryanto, sekarang baru semester 3 Manajemen Ekonomi Undip.
            Untuk pengasuhannya, saya seratus persen mempercayakan pada ibu di rumah. Karena kehadiran seorang ibu bisa 24 jam bagi anak.  Itu disebabkan, waktu saya sebagai bapak, habis di tempat kerja, sehingga frekuensi pertemuan dengan anak sangat sedikit sekali. Kata kunci bagi saya tetap pada komunikasi. Resiko mempunyai anak laki-laki kan kita semua sudah tahu. Setelah mereka SMA, waktu mereka pasti akan lebih banyak dihabiskan di luar rumah daripada di rumah, sehingga komunikasi lantas memegang kendali di sini.
            Ibu berperan penting disini untuk membentuk karakter dan kepribadian anak. Dasar agama, terkait akidah, standar harus dipenuhi. Anak harus bisa membaca al quran, minimal harus bisa qatam sekali. Sementara untuk menambah wawasan kebangsaannya, semua anak saya, SD nya saya sekolah di SD Katolik, agar dia bisa juga melihat keanekaragaman agama dan pola ibadah masing-masing agama. Tapi di rumah, dia harus dengan kesadarannya sendiri menjalan sholat 5 waktu  tanpa disuruh. Untuk pola asuhnya, saya tidak menganut pola yang ketat atau longgar. Saya lebih menyesuaikan pada kondisi dan situasi yang dihadapi anak, toleransi itu yang saya lakukan. Asal tentu saja, ada pemberitahuan terkait posisi dan kesibukannya saat dia harus terlambat pulang.

Saat masih sekolah dulu, apa ada kenangan yang cukup membekas sampai sekarang ? Bapak dulu pintar atau bagaimana, dan pelajaran apa yang disukai dan tidak disukai ? Apa bapak dulu nakal ?
            Nakal nggak ya ? Nakal itu kan lompatan sesuatu yang tidak wajar, jadi sesuatu yang aneh, sehingga disebut nakal. Nakalnya saya, ya sewajarnya nakalnya anak-anak. Tapi tahun 1980, saya jadi ketua Senat Mahasiswa Ekonomi Undip, saat itulah saya jadi nakal, tapi produktif lho. Dulu jamannya saya ada yang namanya NKK BKK, di mana semua kegiatan mahasiswa itu dipantau dan dilarang. Lha saat itu saya bisa mengadakan acara pertemuan dan membentuk ikatan senat mahasiswa ekonomi seluruh Indonesia. Itu sebuah prestasi, karena saat itu pak Harto sedang ketat-ketatnya mengadakan pengawasan kepada kegiatan mahasiswa. Saat itukan orang tua saya yang anggora TNI pensiun. Karena dikeluarga ada 6 orang anak yang harus sekolah semua, maka saya harus mati-matian mempertahankan beasiswa dengan tetap menjadi ketua Senat. Selain itu, saya bisa melihat dan keliling Indonesia yang mbayari negara.
            Nakal ? Sebagai laki-laki soal berantem, ketangkep polisi, ya normallah. Tapi tidak dalam kaitannya dengan kriminalitas lho. Juga, saat mahasiwa jadi ketua Senat, 74 – 75, saat itu kan ramai-ramainya demo. Menghadapi barikade polisi paling depan, kemudian kesetrum tameng polisi, semuanya pernah saya alami. Saya juga pernah menghadapi ancaman skorsing kuliah 3 bulan, hanya gara – gara ketangkap basah rektorUndip kala itu  bapak Sudarto saat hendak mengajak mahasiswa baru ospek. Untungnya tidak jadi, karena saya pandai mancari alasan.  Dan itu menjadi pengalaman hidup yang tidak terlupakan. Dan itu membentuk saya menjadi tangguh, pantang menyerah dalam memperjuangkan cita-cita dan keinginan.
            Sedangkan untuk pelajaran menghafal adalah pelajaran yang paling tidak saya sukai. Sementara pelajaran yang ada hitung-hitungannya, saya paling suka.  Dan Karena saya tidak suka menghafal itu, maka saya kemudian menemukan metode menghafal yang paling ringkas, ringan dan cepat masuk di otak. Metode itulah yang kemudian tetap saya pakai, saat saya harus dituntut menguasai banyak pasal di dalam UU Penyiaran.

Terakhir, mohon nasehat, apa yang harus kami lakukan sebagai pelajar, agar kami bisa sesukses seperti bapak ?
            Singkat ya, jangan mudah menyerah dan jangan membeda-bedakan gender atau jenis kelamin. Ke dua, hormati orang tuamu. Ke tiga, semua ilmu itu pasti ada gunanya, maka cari dan pelajarilah meski sampai ke negeri Cina. Semuanya itu harus kalian imbangi dengan budi pekerti, sifat dan sikap baik serta akidah dan iman yang tinggi sesuai dengan kepercayaan kalian masing-masing. Gitu kan ?

Terimakasih bapak (dmr)