Selasa, 08 Maret 2011

H. ALI AKHSUN WIJAYA SH

DARI TUKANG OJEK, JADI BOS BUKU

Kenapa Indonesia, tidak bisa seperti  India, yang berhasil mencerdaskan warganya lewat program buku murahnya ya  ? Kenapa harga buku di negeri ini menjadi sedemikian mahal ? Dimana pemerintah kalau kejadiannya sudah seperti ini ? Gembar-gembor pemerintah itu, program gemar membaca itu ,   apa manfaatnya saat harga buku menjadi kian tak terjangkau ? Program buku elektronik yang bisa diunduh dan dicetak oleh siapa saja itu bagaimana ? Sama saja, idem dito. Sami mawon. Setelah dijadikan buku dan dipasarkan oleh penerbit, jatuhnya juga tetap mahal. Lha kan ada perpustakaan ? Apa kita setiap hari mau ke sana ? Gimana sih ?  Hehehehhe  jawab atas semua permasalahan krusial di atas, ternyata terjawab saat 3 teman kalian DITA, NITA DAN ALMA melakukan wawancara dengan H Ali Akhsun Wijaya SH, pemilik  DUTA BUKU. Mau tahu jawab dan solusinya ? Simak tulisannya di bawah ini. Oke ?

           
                                                       ********


Siang Bapak. Mohon sebelumnya bisa memperkenalkan diri bapak dan keluarga, serta bagaimana bapak menerapkan pola asuh untuk putra-putri tercinta ? Karier bapak dimulai dari mana hingga bisa sesukses seperti sekarang ini ?
            Waduh ... panjang itu. Yang pasti, nama bapak tetap Ali Akhsun Wijaya, di depannya pakai embel-embel haji dan dibelakang SH. Bapak lahir 3 April 1963.  Istri bapak,  eh ini ceritanya bapak harus mengenalkan  keluarga ya ?  Istri bapak, Yanti Ernawati, SE, lahir 13 Februari 1970. Saat ini dipercaya jadi anggota Komisi B, bidang ekonomi di DPRD Jateng. Anak-anak bapak, dua putri, kebetulan kembar dan satu pria. Conita Aulia Wijayanti dan Corina Aulia Wijayanti namanya, usianya 16 tahun dan duduk di kelas 2 SMA Nasima Semarang. Yang pria, Panji Akhsan Wijaya, 14 tahun, kelas 2 SMP Nasima. Sudah cukup pekernalannya ya?
            Untuk pola asuh, bapak itu orangnya moderat. Tidak pernah melarang, cenderung mengarahkan malah. Jadi, bapak itu tidak pernah bilang jangan, tidak boleh, kalau bapak belum tahu dan yakin benar apa permasalahannya. Tarik ulur begitulah, agar setiap keputusan yang diambil anak-anak adalah yang terbaik bagi dirinya, juga keluarga dan tidak merugikan orang lain. Bapak ingin menjadi orang tua sekaligus teman bagi mereka. Sehingga, curhatnya mereka atas semua permasalahan yang dihadapi tidak ke orang lain, tapi ke orang tuanya. Keseharian mereka harus terpantau, itu intinya.
            Tentang karier?  Waduh itu malah amat panajang sekali. Karena semuanya bapak rintis sejak bapak masih SD dan kemudian mondok di sebuah pesantren di Kudus selepas lulus SMP. Di situlah bapak mulai belajar mandiri. Kemudian, tahun 1982, bapak ke Jakarta sekolah SMA disana. Oh ya, bapak berasal dari desa Kedungmutih, Wedung, Demak. Tahu sendirikan, bapak itu harus berjuang ekstra keras untuk dapat sekolah. Jadi, di Jakarta, bapak juga kerja banting tulang, untuk biaya sekolah. Kerja serabutan. Bapak pernah jadi tukang ojek, juga pekerja bangunan. Pokoknya semua pekerjaan, asal halal bapak jalani. Itu semua karena bapak ingin menamatkan SMA bapak. Nah, awal mulai bapak terjun ke dunia perbukuan dimulai dari sini. Bapak bekerja sebagai marketing di penerbit Ekajaya Jakarta. Bapak bahkan bisa keliling Indonesia, jualan buku tentunya. Dari sinilah, bapak banyak belajar tentang buku dan liku-likunya. Dan itu menjadi dasar dari perjalanan panjang bapak, hingga bisa seperti sekarang ini.

Untuk kondisi dan situasi jaman yang serba terbuka seperti sekarang ini, pola asuh yang paling tepat itu yang bagaimana, agar anak dan atau generasi muda seperti saya, tidak terjerumus masuk dalam lingkaran jaman yang serba instan itu ? Apakah benar generasi muda saat ini sedang berada pada tataran status quo ?
            Seperti yang tadi bapak katakan, orang tua harus bisa menjadi teman bagi anak-anaknya. Jangan mendikte, biarkan mereka berkembang sesuai dengan keinginannya. Orang tua tinggal mengarahkan, kalau mereka keluar dari jalurnya. Orang tua jangan gagap teknologi, itu juga pasti. Agar, mereka benar-benar tahu apa yang sedang dikerjakan anak-anaknya. Karena orang tua itu tidak bisa 24 jam mengawasi anak-anaknya, maka bagaimana orang tua tahu semua kegiatan mereka, itulah yang menjadi tantangan bagi setiap orang tua saat ini.
            Kalau dikatakan generasi muda saat sudah masuk dalam tataran yang mengkhawatirkan, belum juga ya. Hanya kalau kemudian, terbukanya dunia dan kemudahan mengakses informasi yang baik maupun yang buruk tidak diantisipasi sejak sekarang, generasi muda bisa benar-benar dalam posisi status quo. Teknologi itu harus dikuasi, jangan menguasai. Untuk remaja seperti kalian, yang masih labil dan terus mencari jati diri, yang membentengi kalian adalah akidah  dan keimanan kalian. Disinilah peran orang tua yang paling utama, membekali anak-anaknya dengan akidah yang kuat dan keimanan yang tidak tergoyahkan.

Tentang buku, bagaimana kondisinya sekarang ini? Kenapa buku sekarang harganya makin tidak terbeli ? Apakah yang salah itu pada aturannya, seperti beban pajak atau cost produksi di kertas yang terlalu tinggi, atau bagaimana ? Bagaimana bapak menjalankan toko buku dan sukses seperti sekarang ini ?
            Sebenarnya kalau mau jujur, semuanya diawali dari masih amat sangat kurangnya minat baca di negeri ini. Penerbit tentu akan rugi kalau kemudian harus mencetak buku dalam jumlah banyak. Padahal, dengan itu cost produksi akan jadi mahal, sehingga harga jualnya pun jadi mahal. Kalau di India, pemerintah selain membeli hak cipta dari penulis, juga meminimalkan pajaknya. Sehingga yang ada, harga buku menjadi demikian murah, dan itu pelan tapi pasti, mampu menumbuhkan minat baca rakyatnya. Harga kertas di sini juga cenderung terus naik, sehingga dari awalnya, cost produksinya sudah tinggi.
            Untuk sebuah toko buku, idealnya memang harus banyak kegiatan kreatif yang berkaitan dengan menulis dan membaca. Itu sudah menjadi rencana jangka panjang bapak, setelah bapak berhasil meluaskan toko ini. Tapi intinya, kalau kalian, para pelajar mau belanja di sini, bapak akan memberikan potongan harga yang bagus. Bapak juga harus pandai membangun networking, jaringan, untuk memasarkan buku yang bapak jual. Bingung ya ? Begini, bapak itu harus juga jemput bola,  pewagai bapak harus turun ke lapangan mendatangi sekolah-sekolah, instansi dan lainnya, untuk jualan. Kalau hanya duduk diam, menunggu pembeli datang ke toko, wah ... berat adik-adik.            Semuanya harus diperjuangkan. Kesuksesan harus diraih dengan kerja keras. Itu intinya.

Kalau kita flash back kebelakang, bapak bisa menceritakan saat indah dan nakalnya bapak saat duduk di sekolah dulu ? Apakah ada mapel yang dibenci ? Siapa guru favorit bapak ?
            Hehehehe  ... Bapak dulu nakal tidak ya ? Kalau kalian melihat anak bapak yang cowok, ya seperti itulah bapak dulu. Saat SD, nakalnya bapak itu ya seperti nakalnya anak-anak. Hanya, karena sejak SD bapak itu ikut membantu orang tua jualan nasi, maka bapak sepertinya tidak ada waktu untuk jadi nakal. Bapak itu datang dari keluarga yang kurang mampu, dan bapak itu anak yang paling besar dari 8 bersaudara, sehingga bapak harus memberi contoh yang baik bagi adik-adik  Pastinya, dari kecil bapak itu sudah berlatih bekerja. Itu mungkin yang membedakan bapak dengan kalian sekarang.
            Guru yang paling bapak sukai itu  namanya bu Sri Sulastri. Beliau mengajar di SD Negeri Kedungmutih Demak. Bapak itu paling suka menggoda beliau, bahkan sampai menangis. Tapi, bapak juga paling sayang, karena beliau itu baik dan dalam mengajar bagus sekali. Tentang mapel, yang paling bapak kurang sukai yang pakai hitung-hitungan, seperti matematika, kimia dan fisika serta sejenisnya. Sementara yang paling bapak sukai, yang hafalan seperti sejarah, bahasa Indonesia dan lainnya. Kalian sendiri bagaimana ? Saran bapak, jangan pernah menganggap sebuah pelajaran itu sukar,  karena kalau itu yang merasuk dalam pikiran kalian, pelajaran itu nantinya akan benar-benar sukar. Anggap semuanya mudah, itu kalau kalian mau sukses.

Terakhir bapak. Apa saran bapak kepada kami, agar kami bisa menjadi anak yang baik, sukses dalam menempuh pelajaran di sekolah dan sukses juga nantinya, saat harus bekerja ?
            Yang paling penting, jadilah diri kalian sendiri. Jangan pernah ingin menjadi orang lain. Selain itu, terus perkuat akidah dan keimanan kalian. Kalian juga harus punya prinsip yang kuat, dan terus semangat mengembangkan diri. Karena masa depan ada di tangan kalian sendiri. Orang tua hanya menghantarkan saja.
            Kalian harus kuat, cerdas, sehat dan ulet. Itulah yang utama. Dalam menentukan pilihan, kalian harus melibatkan orang tua, agar tidak salah langkah. Ingat, orang lain akan dengan segera tahu siapa kalian dengan hanya melihat siapa teman kalian. Jadi, pilah dan pilih dalam berteman. Teman yang mengajak ke kemajuan dan kebaikan, itulah yang harus dibina dan dilanggengkan. Begitukan ? Ada yang lain ?

Cukup bapak, terimakasih [dmr]